Pemuda yang malang

pada setiap malam hari, pemuda itu selalu saja berbicara sendiri di dalam kamar indekosnya. Ia hanya tergeletak di atas ranjang yang tak pernah ia bersihkan tiap hari senin. Tak ada yang tahu ia bercengkrama dengan siapa, hanya di tatap lampu yang cahaya nya terpijar di atas kepala. Sungguh pemuda yang sangat malang, hidupnya bergantung pada kebahagiaan orang lain. Jika orang lain berhasil dibuat bahagia oleh nya, dia akan tersenyum sambil menatap kembang - kembang yang terletak di meja kerja nya. Tetapi sebaliknya, jika orang yang tak bisa dia buat bahagia itu terbelenggu, ia pun ikut juga sendu, namun, mungkin dia merasa sebagai laki - laki harus bisa menyembunyikan perasaan kesal dan sedihnya, lalu mencari cara bagaimana caranya untuk bisa membuat orang lain bahagia lagi. Dunia itu penuh kebohongan bagi pemuda itu, ia harus menyembunyikan segala yang dia rasa dari semua orang. Hanya mempertontonkan kebohongannya di depan semua teman - temannya. Tapi, ketika ia mengutarakan yang sebenarnya, ia hanya dianggap seorang badut yang sedang bermimpi untuk bisa menjadi seorang pengusaha sukses dengan penghasilan 3 digit perbulan, dianggap lucu dan mengarang, katanya. 

Tak jarang ia pun sering merasa putus asa, mengapa ia harus selalu membuntuti orang lain yang ingin menjadi miliknya? Tak jelas juga kepastian dari orang itu. Tapi pemuda itu selalu saja punya cara untuk bangkit kembali dan fokus pada tujuannya, hanya untuk menunggu, tak berani lagi mengejar, karena ia takut, ia jatuh dan tertinggal oleh targetnya yang ternyata dia pun mengunci target lain. Sungguh, malang sekali nasib pemuda itu.

Di satu malam, ia menunggu untuk menceritakan kembali dongeng yang diambil dari kehidupannya dari pagi hingga sore. Karena, hanya setiap malam saja ia mempunyai waktu untuk bercengkrama, dan malam pun, hanya pada saat mata wanita itu hampir padam, terjerumus dalam hangat nya malam. Ia harus memanfaatkan kesempatannya dengan sangat baik. Dengan cara apapun ia harus bisa, meskipun hanya dalam waktu sepersekian detik, ia harus mampu menciptakan sebuah cerita yang benang merahnya bisa bersambung. Ia mengemas cerita yang diambil dari pagi ke sore itu dengan penuh diksi seperti dongeng pada umum nya. Namun, sedemikian rupa ia mengarang kata - katanya, tetap saja wanita itu dapat menebak bahwa itu adalah kejadian tadi pagi sampai siang. Matilah kau wahai pemuda, ceritamu dapat terbaca. Mau tak mau ia harus mencari alasan agar ia bisa melanjutkan ceritanya itu sampai bisa membuat wanita itu terlelap. Meskipun cerita itu sudah bisa di duga oleh wanita yang tinggal menunggu beberapa kalimat lagi untuk terlelap, sudah jelas bahwa dongeng itu tak bermutu, tak mempunyai tujuan yang jelas, tak mempunyai pesan moral yang seperti dosen sastra ucapkan. Pemuda itu merasa lega ketika sudah tidak ada sahutan lagi dari telepon genggam nya. Syukurlah, meskipun dengan keringat dingin, ia mampu membuat sang ratu terlelap meskipun dengan cerita yang dapat di tebak. 

Malam selanjutnya, ia terus mencoba untuk memperbaiki kekurangannya dari malam sebelumnya, meskipun ia harus cukup bisa meyakinkan wanita itu untuk kembali mendengan ocehannya lagi. Meskipun, pemuda ini tahu jika wanita itu sama sekali tak tertarik dengan cerita yang akan dia bawakan pada gelap itu. Tetapi, entah apa yang ada di dalam otak pemuda ini, dia kehabisan kata - kata. Bahkan, ketika wanita ini selesai menjawab pertanyaan - pertanyaan tak bermutu dari pemuda ini, pemuda ini malah diam. Ia tak tahu harus berkata apalagi. Tapi, ia selalu teringat, pernah di ucapkan oleh wanita ini, jika menurutnya atau entah menurut wanita yang melahirkan wanita itu, bahwa manusia itu diharuskan untuk tanggung jawab. Sialan, pemuda ini kembali tergugah dan dengan waktu sepersekian detik ia mendapatkan ide untuk harus melakukan apa. Tetapi, dengan ia bertanya terlebih dahulu "sudah inginkah kelopak matamu untuk menutup tirai nya?", jawabannya adalah "lumayan". Ide pemuda itu akhirnya bisa dieksekusi. Dia meminta wanita ini untuk bersiap saja dengan posisi tidur yang nyaman. Ia mulai mengambil buku, karena ide yang datang adalah dia akan membacakan banyak petuah bijak dari seorang sufi timur tengah. Namun, ia rasa kata - kata sufi itu terlalu sulit dicerna dengan keadaan lumayan mengantuk. Ia masih tak kehabisan akal, ia putar lagu dengan nuansa orkestra, dengan biola yang di gesek yang mengalunkan melody yang damai, ia mulai membuka puisi daripada sastrawan lokal indonesia. Joko Pinurbo menjadi pilihan pertama. Ia mulai membaca beberapa puisi dari Jokpin ini. Tapi, wanita itu masih mendehem, tandanya ia masih terjaga dan kemungkinan ia tak merasa nyaman dengan puisi itu. Ia cari kembali puisi bertema soal cinta dan kerinduan dari sastrawan jawa, Sapardi Djoko Damono. Ia mulai membaca 3 sampai 4 puisi, tak ada balasan, tapi ketiak pemuda ini diam, wanita ini masih bersuara dengan samar. Waduh, ia tak mau wanita itu terbangun kembali. Ia mulai mencari cerpen yang panjang, diambil lah cerpen dari Seno Gumira Adjidarma dengan judul 'Gubrak'. Baru saja ia membacakan satu paragraf, wanita itu sudah tak bersuara kembali. Ia sadar bahwa wanita itu sudah terlelap. Tetapi, hati kecilnya berkata 'mungkin saja ia hanya pura - pura tak bersuara karena penasaran ceritanya akan dilanjutkan atau tidak'. Sahut logikanya, 'benar juga', ia lanjutkan cerita itu sampai tamat. 6 halaman ia baca dengan seksama, dengan menggunakan teknik teater yang ia cukup bisa sedikit. Ia lanjutkan sampai tamat. 

Ketika pemuda itu yakin bahwa wanita itu sudah terlelap di dalam gelap, ia mulai berhenti. Tak langsung mematikan telepon, ia ambil sebatang rokok, lalu ia bakar dengan meminum air dengan kadar glukosa 8 gram sebelumnya. Ia mendudukkan badannya. Lalu ia matikan musik yang di putar di perangkat lain miliknya. Lalu ia mulai berkata dengan aneh; 

"Dongeng - dongeng yang selalu aku ceritakan meskipun tak setiap malam, puisi dan juga cerpen yang baru aku baca hari ini saja berhasil membuatmu tidur. Lelaki ini merasa berhasil membuat mu terlelap dengan cepat. Senang rasa nya menjadi salah satu bagian dari kehidupan mu, walaupun untuk sekedar bercerita dan membuatmu tertidur, membuatku senang juga. Mimpi indah lah seindah wajahmu, tidurlah senyaman pelukmu, lalu sambutlah aktivitas pagi mu dengan seluruh senyum indah mu. Aku tak pernah percaya jika kamu tak akan pernah menjadi bagian dari kisah percintaanku, aku masih selalu menunggu mu, sampai dengan apa yang telah aku ucapkan pada mu beberapa hari kebelakang. Aku masih menunggumu, - assalamu'alaikum". 


Komentar

  1. Semoga kamu tak marah dengan aku yang semena - mena seperti ini, aku buat di temani nadin am

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Septia Kekasihku

Ruang Kosong Tanpa Cahaya